Showing posts with label dan. Show all posts
Showing posts with label dan. Show all posts
Sunday, October 30, 2016
Otonomi daerah dan kualitas pendidikan oleh IRWAN SALEH DALIMUNTHE
Otonomi daerah dan kualitas pendidikan oleh IRWAN SALEH DALIMUNTHE
Otonomi Daerah dan Kualitas Pendidikan
oleh :
A. PENGERTIAN EVALUASI
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris education; dalam bahasa Arab: At-Taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti penilaian.
Adapun dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977) evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Apabila definisi Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977) digunakan untuk memberi definisi tentang evaluasi pendidikan, maka evaluasi pendidikan itu dapat diberi pengertian sebagai suatu tindakan atau kegiatan (yang dilaksanakan dengan maksud untuk) atau suatu proses (yang berlangsung dalam rangka) menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di lapangan pendidikan). Atau singkatnya evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Menurut Guba dan Lincoln evaluasi merupakan suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan atau keadaan tertentu. dari konsep diatas ada dua hal yang menjadi karakteristik evaluasi. Pertama, evaluasi merupakan suatu proses. Artinya, dalam suatu pelaksanaan evaluasi mestinya terdiri dari beberapa macam tindakan yang harus dilakukan. Kedua, evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai atau arti. Artinya, evaluasi dapat menunjukan kualitas yang dinilai.
Lembaga Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai evaluasi pendidikan sebagai berikut:
Evaluasi pendidikan adalah:
1) Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan;
2) Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik bagi penyempurnaan pendidikan.
Bagan di bawah ini menunjukkan pada kita bahwa dalam proses penilaian dilakukan pembandingan antara informasi-informasi yang telah berhasil dihimpun dengan kriteria tertentu, untuk kemudian diambil keputusan atau dirumuskan kebijaksanaan tertentu. Kriteria atau tolak ukur yang di pegangi tidak lain adalah tujuan yang sudah ditentukan terlebih dahulu sebelum kegiatan pendidikan itu dilaksanakan.
Bagan di bawah ini menunjukkan pada kita bahwa dalam proses penilaian dilakukan pembandingan antara informasi-informasi yang telah berhasil dihimpun dengan kriteria tertentu, untuk kemudian diambil keputusan atau dirumuskan kebijaksanaan tertentu. Kriteria atau tolak ukur yang di pegangi tidak lain adalah tujuan yang sudah ditentukan terlebih dahulu sebelum kegiatan pendidikan itu dilaksanakan.
B. Ragam Evaluasi dan Prestasi Belajar
Ragam evaluasi ini, sangat penting pada prinsipnya untuk dijadikan evaluasi hasil belajar yang merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan, yakni mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.
Ø Pre-test dan Post-test
Pre-test, kegiatan ini atau aktifitas yang dilakukan guru seara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru, tujuanna, adalah untuk mengindentifikasi taraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Sedangkan Post-test, adalah kebalikan dari pre-test yakni kegiatan evaluasi yang dilakukan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan.
Ø Evaluasi Prasyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pre-test. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan.
Evaluasi Diagnostik
Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa, dan instrumen evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang sebagai jalan ketika siswa mendapatkan kesulitan.
Ø Evaluasi Formatif
Evaluasi jenis ini dapat dipandang sebagai Ulangan umum yang dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau modul, tujuannya ialah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnostic, yakni untuk mendiagnosis (mengetahui penyakit/kesulitan) kesulitan belajar siswa.
Ø Evaluasi Sumatif
Ragam penilaian sumatif ini, dan juga dapat dianggap sebagai Ulangan umum yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran evaluasi ini, lazim dilakukan pada setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran.
Ø Ujian Akhir Nasional (UAN)
Ujian Akhir Nasional (UAN) yang dulu disebut EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kenaikan status siswa, namun UAN yang diberlakukan mulai tahun 2002 itu dirancang untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang SD/MI, SLTP/MTs, dan sekolah-sekolah menengah, yakni SMA dan sebagainya.
Ø Indikator Prestasi Belajar
Pada prinsipnya indikator prestasi belajar merupakan faktor pengungkapan hasil belajar ideal logis yang harus di data sesuai dengan ukuran yang diperoleh siswa, yaitu dalam menggunakan alat dan kiat evaluasi yang dipandang tepat dan valid. Dalam hal ini perubahan sangat penting dan diharapkan dan mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.
Adapun komponitas yang mempengaruhi prestasi belajar sebagai berikut :
v Faktor intern
Faktor intern yaitu berkaitan dengan perkembangan dan keadaan jasmani, baik kesehatan, kekuatan belajar, konsentrasi belajar, kemampuan panca indera, sebagaimana yang dinyatakan oleh Sujanto Semakin banyak alat indera yang berfungsi, semakin banyak pesan yang dapat ditangkap.
Go to link download
Read more »
Thursday, October 20, 2016
PENDIDIKAN BERBASIS MULTIKULTURAL DAN PERDAMAIAN
PENDIDIKAN BERBASIS MULTIKULTURAL DAN PERDAMAIAN
PENDIDIKAN BERBASIS MULTIKULTURAL DAN PERDAMAIAN
A. Pendahuluan
Perkembangan pembangunan nasional dalam era industrialisasi di Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat. Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit-bibit masalah yang ada dalam masyarakat seperti ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin, masalah pemilik modal dan pekerja, kemiskinan, perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Di tambah lagi kondisi masyarakat Indonesia yang plural baik dari suku, agama, ras dan geografis memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah sosial seperti ketimpangan sosial, konflik antar golongan, antar suku dan sebagainya.
Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kasus Ambon, Sampit, konflik antara FPI dan kelompok Achmadiyah, dan sebagainya telah menyadarkan kepada kita bahwa kalau hal ini terus dibiarkan maka sangat memungkinkan untuk terciptanya disintegrasi bangsa
Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di Indonesia terutama agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan kerena suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya.
B. Pembahasan
1. Memahami pendidikan multikultural
Akar pendidikan multikultural, berasal dari perhatian seorang pakar pendidikan Amerika Serikat Prudence Crandall (18-3-1890) yang secara intensif menyebarkan pandangan tentang arti penting latar belakang peserta didik, baik ditinjau dari aspek budaya, etnis, dan agamanya. Pendidikan yang memperhatikan secara sungguh-sungguh latar belakang peserta didik merupakan cikal bakal bagi munculnya pendidikan multikultural.
Secara etimologi istilah pendidikan multikultural terdiri dari dua term, yaitu pendidikan dan multikultural. Pendidikan berarti proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan melalui pengajaran, pelatihan, proses dan cara mendidik. Dan multikultural diartikan sebagai keragaman kebudayaan, aneka kesopanan.
Sedangkan secara terminologi, pendidikan multikultural berarti proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekwensi keragaman budaya, etnis, suku dan aliran (agama). Pengertian seperti ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam pendidikan, karena pendidikan dipahami sebagai proses tanpa akhir atau proses sepanjang hayat. Dengan demikian, pendidikan multikultural menghendaki penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia.
Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS khususnya di negara-negara yang memiliki keragaman etnis, rasionalisme, agama dan budaya seperti di Indonesia. Sedangkan wacana tentang pendidikan multikultural, secara sederhana dapat didefenisikan sebagai "pendidikan untuk/tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan".
Hal ini sejalan dengan pendapat Paulo Freire, pendidikan bukan merupakan "menara gading" yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya, harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya. Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dan secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama.
Selanjutnya James Bank, -salah seorang pioner dari pendidikan multikultural dan telah membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikan- mengatakan bahwa substansi pendidikan multikultural adalah pendidikan untuk kebebasan (as education for freedom) sekaligus sebagai penyebarluasan gerakan inklusif dalam rangka mempererat hubungan antar sesama (as inclusive and cementing movement).
Mengenai fokus pendidikan multikultural, Tilaar mengungkapkan bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial, agama dan kultural domain atau mainstream. Fokus seperti ini pernah menjadi tekanan pada pendidikan interkultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi individu-individu yang berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang dominan, yang pada akhirnya menyebabkan orang-orang dari kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat mainstream. Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap "peduli" dan mau mengerti (difference), atau "politics of recognition" politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas.
Menurut Sosiolog UI Parsudi Suparlan, Multikulturalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman dengan alasan multikulturalisme merupakan sebuah idiologi yang mengagungkan perbedaaan budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
Melihat dan memperhatikan pengertian pendidikan multikultural di atas, dapat diambil beberapa pemahaman, antara lain; pertama, pendidikan multikultural merupakan sebuah proses pengembangan yang berusaha meningkatkan sesuatu yang sejak awal atau sebelumnya sudah ada. Karena itu, pendidikan multikultural tidak mengenal batasan atau sekat-sekat sempit yang sering menjadi tembok tebal bagi interaksi sesama manusia;
Kedua, pendidikan multikultural mengembangkan seluruh potensi manusia, meliputi, potensi intelektual, sosial, moral, religius, ekonomi, potensi kesopanan dan budaya. Sebagai langkah awalnya adalah ketaatan terhadap nilai-nilai luhur. Pluralitas dan heterogenitas adalah sebuah keniscayaan ketika berada pada masyarakat sekarang ini. Dalam hal ini, pluralitas bukan hanya dipahami keragaman etnis dan suku, akan tetapi juga dipahami sebagai keragaman pemikiran, keragaman paradigma, keragaman paham, keragaman ekonomi, politik dan sebagainya. Sehingga tidak memberi kesempatan bagi masing-masing kelompok untuk mengklaim bahwa kelompoknya menjadi panutan bagi pihak lain. Dengan demikian, upaya pemaksaan tersebut tidak sejalan dengan nafas dan nilai pendidikan multikultural.
Keempat, pendidikan yang menghargai dan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku dan agama. Penghormatan dan penghargaan seperti ini merupakan sikap yang sangat urgen untuk disosialisasikan. Sebab dengan kemajuan teknologi telekomunikasi, informasi dan transportasi telah melampaui batas-batas negara, sehingga tidak mungkin sebuah negara terisolasi dari pergaulan dunia. Dengan demikian, privilage dan privasi yang hanya memperhatikan kelompok tertentu menjadi tidak relevan. Bahkan bisa dikatakan pembusukan manusia oleh sebuah kelompok.
2. Urgensi Pendidikan Multikultural di Indonesia..
Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Manusia sepanjang hidupnya melaksanakan pendidikan. Bila pendidikan bertujuan membina manusia yan
Read more »
Go to link download
Labels:
berbasis,
dan,
multikultural,
pendidikan,
perdamaian
Subscribe to:
Posts (Atom)